Opini Avuan: Haruskah ikut organisasi mahasiswa di 2023?

Hai selamat datang di Blog Avuan, pada kesempatan ini saya akan mencoba memberikan opini dengan topik yang sejuta umat bagi mereka yang merasakan Pendidikan dunia kampus. “Ayo dek ikut organisasi kampus” ujar para aktivis kampus. “udah jangan ikut organisasi kampus nanti lu dijadiin budak proker” ujar mahasiswa kupu-kupu. Makin menambah kebingungan dosen berkata “Kalian boleh ikut organisasi kampus asal jangan lupa dengan IPK”. Semakin bingung karena Bagai tidak ada habisnya topik diskusi ini mencapai mufakat output yang pasti. Wajar dan manusiawi bagi saya jika akan selalu ada beda pendapat akan hal ini. Jika anda bertanya pada orang yang pernah ikut organisasi kampus apalagi sukses dan jadi senior aktif disana. Tentu mereka akan menganjurkan anda ikut. Namun, jika anda bertanya pada mahasiswa yang hanya fokus pada karir akademik, entah karena faktor ekonomi maupun preferensi mereka cenderung membebaskan atau menganjurkan untuk tidak. Anda penasaran Jawaban saya? izinkan saya dulu yang bertanya pada anda. “Target, skala prioritas dan standard pencapaian kamu dikampus itu ingin apa?” tanya saya dan silahkan renungi oleh kalian yang membaca. Jika anda memang ingin keseimbangan antara akademik dan non akademik tentu jawabanya ikut. Jika ingin benar-benar fokus akademik jawabanya tidak perlu ikut. Memang simpel jawabanya tidak ada Jawaban benar dan salah semua bergantung arah visi kalian sebagai mahasiswa.

Sebenarnya saya sudah menuliskan lengkap soal ini dibuku saya yang berjudul “7 Jalan Mahasiswa” namun saya akan menambahkan elemen kekinian yaitu tahun 2023 sebagai pembahasan baru di tulisan saya kali ini. Tahun 2023 adalah tahun pemulihan efek pandemi. Hasil pengamatan saya sebagai mantan anak organisasi mahasiswa, kini organisasi mahasiswa mengalami penurunan baik dari segi jumlah kader maupun kualitas Sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan adanya loss learning atau loss cognitive efek dari pandemi. Ilmu non akademik banyak yang terputus karena proses kaderisasi formal dan informal tidak berjalan sebaik saat era sebelum pandemi. Memang mungkin belum ada jurnal resminya, sayang sekali jika saya punya kesempatan saya ingin angkat topik ini. Namun keresahan ini sudah nyata terjadi dikalangan anggota organisasi mahasiswa kampus baik internal maupun eksternal. Alasan mulai terjadi penurunan minat karena adanya pergeseran trend, program IISMA (Indonesian International Student Mobility Awards), Kampus merdeka dan lainya menjadi alternatif lain bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri. Alhasil para organisasi mahasiswa harus berbenah diri dan melakukan orientasi ulang agar organisasinya tetap relevan dengan kebutuhan anggotanya dan termasuk calon anggota.

Pada dasarnya organisasi dibangun dari kebutuhan dan kesamaan para anggota atas suatu tujuan. Tujuan itu bisa berupa keinginan untuk mendapatkan skill tertentu, melestarikan ideologi atau nilai tertentu dan bisa juga untuk mewakili sebuah identitas bersama. Sebagai contoh organisasi silat maka fokus organisasi tersebut adalah bagaimana caranya agar para anggota pandai silat dan sekaligus bisa melestarikan aliran silat tersebut. Dalam standard yang lebih tinggi bisa juga memenangkan lomba, memperluas jaringan dengan aliran bela diri lain dan mengadakan kompetisi. Hanya saja core (inti) dari sebuah organisasi tidak boleh hilang bilamana ingin tetap relevan dan tidak ditinggal oleh anggotanya. Tantangan akan lebih terasa untuk organisasi ideologis karena harus lebih ketat dalam bersaing terutama dengan organisasi yang menjadi lawan ideologinya. Metode rekruitmen, manajemen organisasi, kaderisasi dan testimoni para anggota akan menjadi peran penting untuk keberlangsungan organisasi nantinya. Bila suatu organisasi sudah mengalami disorientasi, maka para anggota biasanya akan tidak merekomendasikan ke teman atau kenalanya. Lebih lengkap soal teknis dan konsep akan dibahas dalam tulisan lain namun demikian saya cuma mau bilang pengelolaan organisasi jauh lebih penting dari pada teralu fokus dengan angka trend/minat mahasiswa berorganisasi apalagi teralu memikirkan soal program kampus yang menjadi saingan.

Saya sudah pernah mengalami pahit manis dalam berorganisasi, pada akhirnya secara umum saya merekomendasikan untuk berorganisasi selama anda bisa mengatur prioritas dan tepat masuk organisasi apa yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan anda. Tidak ikut tidak masalah, hanya saja anda harus bersaing dengan lulusan para organisatoris yang mungkin punya skill teamwork dan interpersonal yang lebih baik entah dalam masyarakat atau dunia kerja. Jadi jika tidak ikut organisasi anda harus melengkapi itu dan punya kelebihan lainya misal ikut kursus, aktif bermasyarakat, prestatif dan apapun yang bisa menjadi daya jual anda. Testimoni saya sebagai mantan anak organisatoris baik internal maupun eksternal kampus itu bisa benar benar terasa manfaatnya apabila anda maksimal dalam berpartisipasi dalam organisasi tersebut. Semakin sering anda terlibat kontribusi maka semakin banyak manfaat dan pengalaman yang anda dapat. Kalau cuma numpang nama, tak peduli sebanyak apapun organisasi yang anda ikuti anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Terakhir dari saya cobalah untuk ikut satu organisasi satu saja dulu. Cari yang paling sesuai dengan anda. Nanti sekiranya anda merasa cocok anda bisa menambah keterlibatan misal menjadi pengurus atau bahkan pengurus inti. Anda juga bisa menambah jumlah organisasi atau bahkan pindah bila dirasa organisasi tersebut “toxic”. Jangan takut untuk berproses dan mencoba dalam dunia organisasi. 2023 masih relevan untuk organisasi, buktinya banyak skill yang relevan saya pakai hingga dari sekarang di dunia kerja. Semua itu didapatkan dari organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pilihan ada ditanganmu ^_^

Komentar

error: Content is protected !!